Senin, 07 Januari 2019

ALAH BISA KARENA BIASA

(Irfan Hidayat)

Maret 2009 saya diangkat menjadi seorang guru di sekolah yang mungkin ada di pusat kabupaten Cianjur namun seolah –olah terasa berada di pinggiran, Iya SMP Negeri 3 Cianjur nama sekolahnya. Masyarakat disekitar lebih mengenal SMPN 1 Cianjur, SMPN 2 Cianjur dan langsung ke SMPN 4 Cianjur baru kemudian SMPN 3 Cianjur. Kenapa seperti itu, karena SMPN 3 Cianjur dulu di anggap sebagai sekolah yang apa ya, ya sekolah yang begitulah, pilihan kedua, sehingga siswa yang masuk adalah siswa yang mungkin tidak dapat diterima di SMPN 1, 2 dan 4 Cianjur.
Latar belakang siswa yang masuk menjadikan stigma masyarakat akan SMPN 3 Cianjur menjadi sekolah yang kurang baik. Stigma tersebut tertanam dalam benak siswa bahwa mereka adalah siswa yang tersisih siswa yang dipandang sebelah mata.
Beban akan pandangan masyarakat menjadikan siswa belajar seadanya, berangkat pagi kemudian pulang siang hari, tanpa memberikan feel akan belajar di sekolah.  Dan tentunya hal ini memunculkan beberapa permasalahan salah satunya adalah ku alitas lingkungan sekolah. 


Kepedulian akan lingkungan yang belum kurang


Feeling yang belum muncul dalam diri siswa menjadikan sense of belongings (rasa memiliki) akan sekolah belum terpatri dalam hati siswa. Siswa seolah acuh akan kondisi lingkungan disekitar sekolah. Merasa bahwa lingkungan sekitar bukan tanggungjawab bersama hanya tanggungjawab tukang kebun dan penjaga sekolah saja.
Melihat permasalahan tersebut saya mulai membentuk kelompok kecil yang terdiri atas siswa yang diberi nama KIR (kelompok ilmiah Remaja). Kegiatan utama KIR yaitu menyuarakan gerakan Go Green kepada siswa-siswa di kelas. Anggota yang masuk dalam KIR menggunakan pita hijau agar menarik perhatian siswa lainnya.
Namun ternyata gerakan kami masih belum cukup memberikan efek yang optimum kepada seluruh warga sekolah. Gerakan hanya menyebar kepada beberapa siswa, yaitu teman-teman siswa yang menjadi anggota KIR saja. Saya merasa butuh dukungan agar bisa membiasakan warga sekolah yang peduli akan lingkungan. 
Gerakan saya ternyata diamati oleh kepala sekolah. Kepala sekolah menganggap gerakan ini perlu di buat menjadi program sekolah sehingga kepala sekolah mencantumkan gerakan tersebut dalam budaya yang akan dikembangkan oleh sekolah, yaitu budaya malu yang isinya yaitu :
  1. Malu karena datang terlambat / pulang cepat
  2. Malu karena malas belajar
  3. Malu karena bolos sekolah
  4. Malu karena tidak berpakaian rapi dan benar
  5. Malu karena tidak menghormati orang lain
  6. Malu karena belajar tidak berprestasi
  7. Malu karena berbuat salah
  8. Malu karena melihat teman sibuk melakukan aktivitas
  9. Malu karena tugas tidak dikerjakan / selesai tepat waktu
  10. Malu karena tidak berperan aktif dalam mewujudkan kebersihan lingkungan kelas / sekolah

Budaya malu yang diterapkan oleh sekolah melalui kepala sekolah cukup memberikan banyak efek akan kepedulian lingkungan. Guru – guru semakin peduli akan kondisi lingkungan dan terus memperhatikan kondisi siswa akan kepedulian lingkungan. Namun kepedulian siswa akan lingkungan ternyata masih belum begitu ada perubahan yang signifikan.
Untuk mengubah perilaku ternyata tidak semudah itu, perlu pembiasaan yang terus dilakukan secara berlanjut agar bisa menjadi perilaku yang menjadi karakter siswa. Dari ide ini saya mencoba mencari guru yang sefaham peduli akan lingkungan sekolah. Untuk membuat lebih banyak lagi guru yang membantu untuk mewujudkan siswa yang peduli akan lingkungan.


Pada awalnya tidak banyak guru yang bisa membantu dalam program pembiasaan peduli lingkungan ini. Kebanyakan terbentur dengan tugas utama mengajar dan tidak cukup waktu karena selesa mengajar harus kembalike rumah untuk menyelesaikan tugas pekerjaan di rumahnya masing-masing. Selain itu kegiatan ini sedikit biayanya bahakan untuk honor guru atau bahkan honor guru yang membimbing peserta didik tidaklah besar bahkan tidak ada. Karena umumnya kegiatan ini lebih kepada kegiatan sukarela.
Dalam pikiran saya, kok sulit ya menemukan guru yang peduli akan sekolah, terutama peduli akan lingkungan sekolah. Dimana guru membimbing siswa dengan melakukan pembiasaan agar siswa peduli akan lingkungan.
Beberapa tahun berjalan ternyata saya menemukan jawabannya, ternyata guru juga sama perlu pembiasaan, terutama pembiasaan akan kesadaran bahwa guru sebenarnya memiliki peranan penting dalam membimbing siswa untuk dapat peduli lingkungan.



Setelah guru-guru dibiasakan untuk peduli lingkungan, makaselanjutnya tinggal menggerakan guru-guru agardapat mebiasakan siswa untuk peduli lingkungan. Salah satu kegiatan yang dilakukan adalah dengan pembiasaan visit class. 

 

Setiap akhir bulan wali kelas membimbing kelasnya dengan tema yang berbeda-beda, bulan september green class, bulan oktober clean class dan bulan november champion class. Memang program ini baru dilakukan tahun 2018 namun ini merupakan buah dari pembiasaan yang dilakukan kepada guru-guru kemudian ditularkan kepada siswa.


 
 

4 komentar:

  1. Mantap....malu melakukan hal negatif memang harus, tapi jangan pernah malu berbuat sesuatu yang positif

    BalasHapus
  2. Terus lakukan pembiasan nya, insyaallaah berhasi,

    BalasHapus
  3. Terus lakukan pembiasan nya, insyaallaah berhasi,

    BalasHapus